Total Tayangan Halaman

Rabu, 29 Mei 2013

Praktek Mudharabah di Masa Sahabat

Praktek Mudharabah di Masa Sahabat

عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ قَالَ : خَرَجَ عَبْدُ اللَّهِ وَعُبَيْدُ اللَّهِ ابْنَا عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِى جَيْشٍ إِلَى الْعِرَاقِ فَلَمَّا قَفَلاَ مَرَّا عَلَى أَبِى مُوسَى الأَشْعَرِىِّ فَرَحَّبَ بِهِمَا وَسَهَّلَ وَهُوَ أَمِيرُ الْبَصْرَةِ فَقَالَ : لَوْ أَقْدِرُ لَكُمَا عَلَى أَمْرٍ أَنْفَعُكُمَا بِهِ لَفَعَلْتُ
Dari Zaid bin Aslam dari ayahnya bercerita, ada dua orang dari Khalifah Umar bin al Khattab yaitu Abdullah dan Ubaidillah berangkat bersama suatu rombongan pasukan ke Iraq. Tatkala keduanya hendak kembali ke Madinah, keduanya mampir di rumah Abu Musa al Asy'ari. Abu Musa pun menyambut dengan hangat. Abu Musa ketika itu adalah gubernur kota Bashrah. Dalam pertemuan tersebut, Abu Musa mengatakan, “Andai ada yang bisa kulakukan dan itu bermanfaat bagimu berdua tentu akan kulakukan”.
ثُمَّ قَالَ : بَلَى هَا هُنَا مَالٌ مِنْ مَالِ اللَّهِ أُرِيدُ أَنْ أَبْعَثَ بِهِ إِلَى أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ فَأُسْلِفُكُمَاهُ فَتَبْتَاعَانِ بِهِ مَتَاعًا مِنْ مَتَاعِ الْعِرَاقِ فَتَبِيعَانَهُ بِالْمَدِينَةِ فَتُؤَدِّيَانِ رَأْسَ الْمَالِ إِلَى أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ وَيَكُونُ لَكُمَا الرِّبْحُ
Sesaat kemudian Abu Musa berkata, “Oh ya, ada harta milik Negara yang ingin kukirimkan kepada Amirul Mukminin Umar. Uang tersebut kuserahkan kepada kalian berdua. Dengan uang tersebut kalian bisa kulakakan barang dagangan yang ada di Iraq lalu sesampainya di Madinah barang dagangan tersebut bisa kalian jual. Modalnya kalian serahkan kepada Amirul Mukminin Umar bin al Khattab sedangkan keuntungannya menjadi milikmu berdua”.
فَقَالاَ وَدِدْنَا فَفَعَلاَ
Respon keduanya, “Kami setuju”. Akhirnya mereka melaksanakan apa yang disarankan oleh Abu Musa.
فَكَتَبَ إِلَى عُمَرَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ أَنْ يَأْخُذُ مِنْهُمَا الْمَالَ
Abu Musa juga berkirim surat kepada Umar agar beliau mengambil sejumlah uang dari kedua anaknya.
فَلَمَّا قَدِمَا الْمَدِينَةَ بَاعَا وَرَبِحَا فَلَمَّا رَفَعَا ذَلِكَ إِلَى عُمَرَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : أَكَلُّ الْجَيْشِ أَسْلَفَهُ كَمَا أَسْلَفَكُمَا؟ قَالاَ : لاَ.
Setelah tiba di Madinah, kedua putra Umar bin al Khattab menjual barang dagangan yang mereka bawa dari Bashrah dan keduanya pun mendapatkan keuntungan. Setelah keduanya melaporkan apa yang mereka lakukan kepada Umar, beliau bertanya, “Apakah semua anggota pasukan mendapatkan pinjaman modal dari Abu Musa sebagaimana kalian berdua?” “Tidak”, jawab keduanya.
قَالَ عُمَرُ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ : ابْنَا أَمِيرِ الْمُؤْمِنِينِ فَأَسْلَفَكُمَا أَدِّيَا الْمَالَ وَرِبْحَهُ فَأَمَّا عَبْدُ اللَّهِ فَسَلَّمَ وَأَمَّا عُبَيْدُ اللَّهِ فَقَالَ : لاَ يَنْبَغِى لَكَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ هَذَا لَوْ هَلَكَ الْمَالُ أَوْ نَقَصَ لَضَمِنَّاهُ. قَالَ : أَدِّيَاهُ.
Karena kalian berdua adalah putra amirul mukminin Abu Musa member pinjaman modal. Serahkan modal dan keuntungannya kepada kas negara!”. Abdullah bin Umar pasrah dengan putusan ayahnya. Sedangkan Ubaidillah menyanggah dengan mengatakan, “Hal itu tidak disepatutnya Kau putuskan wahai amirul mukminin karena jika modalnya habis atau berkurang kamilah yang menanggungnya”. “Serahkan”, Umar bersikukuh dengan pendiriannya.
فَسَكَتَ عَبْدُ اللَّهِ وَرَاجَعَهُ عُبَيْدُ اللَّهِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ جُلَسَاءِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ :
Kembali Abdullah bin Umar hanya terdiam. Sedangkan Ubaidillah berkomentar menolak. Salah satu orang yang hadir ketika itu menyampaikan usulan,
يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ لَوْ جَعَلْتَهُ قُرَاضًا
“Wahai Amirul Mukminin, andai kau jadikan transaksi yang telah terjadi sebagai mudharabah”
فَقَالَ : قَدْ جَعَلْتُهُ قُرَاضًا فَأَخَذَ عُمَرُ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ الْمَالَ وَنِصْفَ رِبْحِهِ وَأَخَذَ عَبْدُ اللَّهِ وَعُبَيْدُ اللَّهِ نِصْفَ رِبْحِ الْمَالِ.
Umar pun setuju dengan mengatakan, “Telah kujadikan sebagai mudharabah”. Umar lantas mengambil pokok modal dan separo keuntungannya. Sedangkan Abdullah dan Ubaidillah mendapatkan separo keuntungan [Riwayat Baihaqi no 11939, dinilai shahih oleh al Albani].
Riwayat di atas menunjukkan bahwa mudharabah telah dikenal dan dipraktekkan oleh para shahabat.
Riwayat di atas juga menunjukkan bahwa pembagian keuntungan dalam mudharabah itu dengan prosentase semisal 50%:50% dan keuntungan itu dibagikan setelah modal dikembalikan.
Riwayat di atas juga menunjukkan bahwa harta negara yang disalahpergunakan dan merugi maka orang yang memegangnya berkewajiban untuk mengembalikan untuk kepada negara. Sedangkan jika menghasilkan keuntungan bahwa bisa disikapi sebagai transaksi mudharabah sehingga sebagian keuntungan untuk negara sedangkan sebagian yang lain untuk pelaku.
Sumber :  Ust. Aris Munandar, S.S., M.PI./PengusahaMuslim.com

11 Trilyun Rupiah Dana Haji di Bank Ribawi Akan Dialihkan ke Bank Syariah

Sahabat

Dan jika berkata,
berkatalah kepada aku tentang kebenaran persahabatan?..
Sahabat adalah kebutuhan jiwa, yang mesti terpenuhi.
Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau panen dengan penuh rasa terima kasih.

Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu.
Karena kau menghampirinya saat hati lapar dan mencarinya saat jiwa butuh kedamaian.
Bila dia bicara, mengungkapkan pikirannya,
kau tiada takut membisikkan kata “tidak” di kalbumu sendiri,
pun tiada kau menyembunyikan kata “ya”.

Dan bilamana ia diam, hatimu tiada ‘kan henti mencoba merangkum bahasa hatinya;
karena tanpa ungkapan kata,
dalam rangkuman persahabatan, segala pikiran, hasrat, dan keinginan terlahirkan bersama dengan sukacita yang utuh, pun tiada terkirakan.

Di kala berpisah dengan sahabat, janganlah berduka cita;
Karena yang paling kaukasihi dalam dirinya,
mungkin lebih cemerlang dalam ketiadaannya,
bagai sebuah gunung bagi seorang pendaki,
nampak lebih agung daripada tanah ngarai dataran.

Dan tiada maksud lain dari persahabatan kecuali saling memperkaya ruh kejiwaan.
Karena kasih yang masih menyisakan pamrih,
di luar jangkauan misterinya, bukanlah kasih, tetapi sebuah jala yang ditebarkan:
hanya menangkap yang tiada diharapkan.

Dan persembahkanlah yang terindah bagi sahabatmu.
Jika dia harus tahu musim surutmu,
biarlah dia mengenal pula musim pasangmu.
Gerangan apa sahabat itu hingga kau senantiasa mencarinya,
untuk sekadar bersama dalam membunuh waktu?
Carilah ia untuk bersama menghidupkan sang waktu!
Karena dialah yang bisa mengisi kekuranganmu, bukan mengisi kekosonganmu.
Dan dalam manisnya persahabatan, biarkanlah ada tawa ria berbagi kebahagiaan.
Karena dalam titik-titik kecil embun pagi, hati manusia menemukan fajar jati dan gairah segar kehidupan.

By : Kahlil Gibran

Ainunku.....

Ainunku...

Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu. Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya, dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat,adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.

Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang. Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang, pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada, aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.

Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik. mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.
Selamat jalan,

Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya,kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada. selamat jalan sayang, cahaya mataku, penyejuk jiwaku, selamat jalan, calon bidadari surgaku ….

BJ.HABIBIE

Rabu, 22 Mei 2013

email dari anne ahira

Dear Asken yang berbakat,

Terkadang kita bekerja di luar bakat
yang kita miliki. Bahkan mungkin juga
bukan pekerjaan yang Anda
cita-citakan sebelumnya. Kita jadi
melupakan bakat kita, yang tidak
terasah maksimal. 

Padahal bakat adalah anugrah dari
Tuhan. Tidak semua orang diciptakan
dengan bakat dan kemampuan yang sama.
Ubahlah bakat Anda menjadi kekuatan
dengan mencari lebih banyak
pengetahuan, membangun kemampuan dan
keahlian Anda. Bukan hanya sukses
saja yang Anda raih dalam waktu lebih
singkat dan lebih mudah, tapi Anda
juga dapat menikmati pekerjaan Anda
dan menjadi lebih bahagia.

Tetapi kesuksesan bukan semata
dikarenakan faktor bakat semata,
tetapi usaha mengembangkannya.

Kesalahan yang sering terjadi pada
sebagian orang, mereka menghabiskan
seluruh hidup mereka berusaha untuk
menjadi sesuatu yang sebenarnya tak
akan bisa mereka kuasai dengan baik.
Mereka juga tidak pernah mau tahu
kalau mereka mungkin saja akan jauh
lebih sukses di bidang lain. 

Banyak juga orang-orang yang berbakat
mengalami kegagalan. Mereka merasa
bakat yang sudah diperoleh sejak
lahir dan tingkat kemahirannya dalam
bakat tersebut akan tetap selamanya.
Akibat keyakinan seperti itu, mereka
merasa tidak ada gunanya mengasah
bakat mereka. 

Dear Asken insan yang berbakat...

Tidak ada kata terlambat bagi Anda
untuk mengembangkan dan mengasah
bakat Anda. Jangan sia-siakan sisa
hidup Anda dengan mengejar
keberhasilan dalam hal-hal yang tidak
sesuai bakat dan ketrampilan Anda.

Asahlah terus bakat Anda hingga
mencapai tingkat luar biasa, dan bisa
bersaing di dunia luar!

Nasehat Super

Pada suatu ketika datanglah seseorang kepada sahabat Rosulullah yang bernama Ibnu Mas'ud r.a meminta nasehat, katanya: 
"Wahai Ibnu Mas'ud, berilah nasehat yang dapat ku jadikan obat bagi jiwaku yang sedang gelisah. Dalam beberapa hari ini aku merasa tidak tenteram, jiwaku gelisah dan fikiranku kusut." 

Maka Ibnu Mas'ud menasehatinya : 
"Kalau penyakit itu yang menimpamu maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat, yaitu 
1.ke tempat orang membaca Al Qur'an, engkau baca Al Qur'an atau engkau dengar baik-baik orang yang membacanya;
2.Atau engkau pergi ke Majelis Ilmu (pengajian) yang mengingatkan hati kepada ALLAH;
3.Atau engkau cari waktu dan tempat yang sunyi, disana engkau berkhalwat menyembah ALLAH, umpama diwaktu penghujung malam buta, disaat orang sedang tidur nyenyak, engkau bangun mengerjakan sholat malam, meminta dan memohon kepada ALLAH ketenangan jiwa, ketenteraman fikiran dan kemurnian hati.
Seandainya jiwamu belum juga terobat dengan cara ini, engkau minta kepada ALLAH, agar diberiNYA hati yang lain, sebab hati yang kamu pakai itu, bukan lagi hatimu."

Senin, 20 Mei 2013

MENGEJAR MIMPI

<a href="http://YesBisnis.com/?id=asken" title="bisnis online, toko online, bisnis online gratis, internet bisnis online, peluang bisnis online, sukses bisnis online, rahasia bisnis online, trik-trik bisnis online, cara bisnis online, kiat bisnis online, tips bisnis online"><img src="http://yesbisnis.com/banner_std.GIF" alt="bisnis online, toko online, bisnis online gratis, internet bisnis online, peluang bisnis online, sukses bisnis online, rahasia bisnis online, trik-trik bisnis online, cara bisnis online, kiat bisnis online, tips bisnis online" width="468" height="60" border="0"></a>

Selasa, 14 Mei 2013

"Manajemen Resiko"


Sobat mungkin pernah mendengar atau mempelajarinya apa itu manajemen resiko. Sebagian lain berpikir "apaan sih resiko kok dimenej?". 

Ok, kemungkinan2 apa yg mungkin terjadi dalam kehidupan sobat? Selalu ada dua sisi: baik atau buruk. Nah, yang buruk ini bagaimana jangan sampai menghancur secara total hidup itu sendiri, itulah manajemen resiko gambaran sederhananya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu.

Sekarang pikirkanlah baik2 semua resiko dalam kehidupan sobat, lalu carilah solusi dalam memenejnya sehingga setiap resiko dapat dikelola dengan baik. Baiknya kita menanggung sendiri setiap resiko dalam kehidupan ataukah bersama2 dalam sepenanggungan?????

Sedikit menawarkan solusi:Asuransi Syariah. Asuransi syariah merupakan sebuah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang melalui pembayaran kontribusi atau tabarru yg memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad sesuai syariah. Tabarru adalah sumbangan, derma atau hibah.

Asuransi syariah berazas saling menanggung resiko, bukan memindahkan resiko dari peserta keperusahaan seperti asuransi konvensional. Peranan perusahaan pada asuransi syariah terbatas hanya sebagai pemegang amanah dalam mengelola dan menginvestasikan dana dari kontribusi peserta. Pada produk unit link syariah, dana investasi hanya akan diaolasikan keintrumen yg sesuai kaidah syariah.

Apakah asuransi unit link itu??
Ini adalah polis asuransi jiwa yg memberikan manfaat proteksi, dan kesempatan mendapatkan hasil investasi jangka panjang. Pembayaran premi dapat dilakukan sekaligus/bayar satu kali (single) atau berkala (regular). Anda bisa berinvestasi tetapi tetap terproteksi,dan berpotensi mendapat hasil investasi yg baik dalam jangka panjang.
Pada unit link, premi yg dibayar dialokasikan pada dua komponen utama, yaitu komponen proteksi termasuk utk biaya polis dan administrasi, serta komponen investasi dalam bentuk unit. Dana investasi dikelola manajer investasi keberbagai instrumen investasi utk dikembangkan seperti saham, pendapatan tetap, pasar uang atau reksadana.
Nilai unit link ditentukan oleh kinerja investasi aset bersangkutan, bisa dilihat dari harga unit pada waktu tertentu yg mengikuti pergerakan pasar dari waktu kewaktu. Pemegang polis bisa menentukan jenis investasi sesuai tingkat resiko dan hasil yg diinginkan.

Selain memberikan manfaat kematian (death benefit),ada juga produk tambahan (riders) yg memberikan manfaat hidup (living benefit) seperti manfaat rumah sakit, penyakit kritis,cacat permanen, cover pendapatan dan lainnya.

sO, bAGAIMANA cARA sOBAT mEMENEJ rESIKO?


Asuransi adalah mengikat unta

Dalam suatu riwayat diceritakan ada seorang sahabat yg meninggalkan untanya tanpa diikat terlebih dahulu. Rasulullah SAW bertanya:mengapa engkau tidak mengikat untamu?. Sahabat tersebut menjawab; aku bertawakal kepada Allah SWT. Rasulullah menegurnya: ikatlah dulu untamu barulah bertawakal kepada Allah.
Dari riwayat tsb dipahami bahwa tawakal adalah tindakan aktif preventif, bukan pasrah dan pasif. Mengikat unta berarti mengamankan terlebih dahulu dari hal2 yg tidak kita inginkan. unta itu hilang, unta itu kabur...
Sudahkah bapak/ibu mengikat unta2nya????
Jaman sekarang untanya mungkin berupa bmw, mercy, crv, innova, pajero dll. unta adalah aset. Setiap orang pastinya ingin mengamankan aset2nya dari kehilangan, kerusakan dll. Tapi banyak yg lupa apakah aset yg paling berharga yg perlu kita amankan? Diri kita tidakkah aset yg paling berharga? Bagaimana kalau kita sakit? Anak kita sakit? Istri kita sakit? Atau bagaimana dg keluarga yg kita tinggalkan kalau kita adalah kepala keluarga tulang punggung keluarga?
Dalam bahasa Arab,asuransi disebut At-ta'min, yang artinya memberikan perlindungan,ketenangan, rasa aman dan terbebas dari rasa takut. Asuransi seperti mengikat unta..........lalu bertawakallah.

Si Gubernur Miskin


Hari itu kota Hims, salah satu kota besar di bilangan Syam, dikejutkan oleh inspeksi mendadak sang khalifah Umar bin Khoththob. Sebenarnya inspeksi semacam ini bukan hal yang aneh bagi kaum muslimin pada zaman itu. Pasalnya, khalifah yang satu ini memang terkenal suka melakukan peninjauan langsung terhadap kinerja seluruh staf-staf kenegaraannya. Apabila ada hal yang tidak beres dia tidak segan-segan memecat dan mengganti pegawainya.

Begitu tiba di kota Hims, Umar meminta kepada beberapa staf setempat untuk mensurvey nama-nama fakir miskin di wilayah tersebut. Beberapa saat kemudian, para pegawai kembali dengan sebuah laporan tertulis berisi daftar nama-nama fakir miskin. 

Disaat membuka buku laporan itu lembar demi lembar, tiba-tiba pandangannya terhenti pada sebuah nama,

"Sa'id bin 'Amir". Sejenak, dia berkelana didalam memori kepalanya, membongkar tumpukan nama-nama orang yang pernah ia kenal, sembari mencocokan nama orang ini: "Sa'id bin 'Amir", sepertinya nama ini tidak asing baginya.

"siapa yang kalian maksud dengan Sa'id bin 'Amir disini?" Tanya Umar keheranan.

" wahai amirul mukminin, dia itu gubernur kami" jawab mereka.

"apa..!? gubernur kalian?!? "
Mendengar jawaban itu ubun-ubun Umar bagai disambar petir. Ternyata dugaannya benar, orang ini memang sangat tidak asing baginya.

"Bagaimana namanya bisa dia masuk kedalam daftar fakir miskin? Kemana gajinya selama ini?"

"wahai amirul mukminin, dia tidak menyimpan gajinya sedikit pun" jawab mereka.

Mendengar pernyataan tersebut hatinya menjadi luluh, tanpa terasa butir demi butir air mata mulai membanjiri pipinya, membayangkan betapa sengsaranya sahabat sekaligus orang kepercayannya yang satu ini menanggung beban.

Gubernur yang satu ini begitu zuhud. Tiap bulannya, dia hanya mengambil beberapa keping uang gaji yang dia rasa cukup untuk memenuhi kebutuhan harian rumah tangganya, sisanya dia sedekahkan kepada fakir miskin.

Sebagai seorang gubernur, sosoknya begitu berbeda dibandingkan para pejabat negara lainnya, begitu kontras dengan jabatan yang ia sandang. Tidak punya istana, penampilan ala kadarnya, tidak ada satupun petugas keamanan berjaga di pintu rumahnya, dan tidak ada seorang pun pelayan atau budak belian di rumahnya.
Sa'id bin 'Amir bin Hadzyam, memeluk agama islam beberapa waktu sebelum terjadinya perang Khaibar. Reputasinya sebagai salah satu orang-orang sholih yang dapat diamanahi, mendorong Umar untuk memanggilnya beberapa waktu lalu seraya berkata,

"Sa'id, aku memanggilmu kemari untuk mengangkatmu sebagai gubernur di wilayah Syam".

Kalau saja manusia zaman sekarang disodorkan tawaran semacam ini, tentu dia akan kegirangan bukan kepalang. Begitulah orang-orang yang memandang kekuasaan sebagai ladang subur untuk meningkatkan taraf perekonomian hidup (baca: memperkaya diri).

Namun lain halnya dengan orang-orang yang pernah mengenyam bangku madrasah Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasalam- semacam Sa'ad bin 'Amir. Jawaban yang keluar dari mulutnya bukanlah "jazakallahu khoiron" atau ucapan manis semacamnya, melainkan kata-kata,
"wahai Umar, kumohon, jangan kau lempar diriku ke dalam kubangan fitnah".

Begitulah, sahabat yang mulia ini menolak mentah-mentah tawaran mengiurkan itu. Aneh memang, kalau dilihat melalui kacamata materialis tentu perbuatannya ini merupakan hal dungu. "Alangkah bodohnya orang ini, diberi kesempatan hidup enak kok malah disia-siakan", kira-kira begitulah tanggapan orang-orang yang hatinya sudah terbakar nafsu dunia.

Adapun Sa'id bin 'Amir, melalui pelajaran-pelajaran nubuwah yang ia cerna selama di madrasah Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasalam-, dia memahami bahwa berkuasa sama artinya dengan menanggung beban amanat sangat-sangat berat untuk di pertanggungjawabkan di padang mahsyar nanti. Setiap rasa lapar yang diderita rakyatnya, sekecil apapun kedzaliman yang terjadi, itu semua akan menjadi bahan pertanyaan pada hari kiamat kelak.

Namun, Umar lantas menanggapi penolakan Sa'id tadi dengan tegas, "demi Allah, aku harus memaksamu, seenaknya saja kalian membebankan amanat ini ke atas pundakku lantas kalian mau pergi bagitu saja tanpa membantuku".

Jawaban Umar barusan membuatnya terpaksa menerima tawaran tadi, bukan atas dasar hawa nafsu untuk menjadi penguasa, melainkan atas dasar menjalankan perintah Allah ta'ala untuk saling membantu dalam melaksanakan ketakwaan. Memang tidak adil rasanya, apabila Sa'id membiarkan Umar bin Khoththob sendirian menanggung beban amanah kekhalifahan yang berat, sementara dia memiliki kemampuan untuk membantunya. Yang membebani Umar dengan amanat berat kekhalifahan itu adalah para sahabat, jadi sudah sepantasnyalah bagi para sahabat seperti Sa'id untuk membantunya. Begitulah para sahabat Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasalam-, memandang amanah kekuasaan bukan sebagai sesuatu yang layak untuk diperebutkan, melainkan sebagai suatu beban berat yang akan memperlambat laju mereka dalam menempuh perjalanan akhirat. Oleh karenanya, kita akan menyaksikan hal-hal aneh dalam keseharian mereka yang menggambarkan secara jelas bahwa mereka mengemban amanah pemerintahan bukan untuk berfoya-foya. 

Contohnya kisah berikut:
Pada kesempatan lainnya, Umar mengumpulkan penduduk kota Hims di suatu tempat guna mendengar secara langsung kesaksian mereka tentang kinerja para staf pemerintahan disana. Umar melontarkan pertanyaan kepada mereka,

"wahai penduduk Hims, bagaimana pendapat kalian mengenai kinerja gubernur kalian?"

Mereka menjawab, "wahai amirul mukminin, ada empat hal yang kami keluhkan tentang kinerja gubernur kami. Adapun yang pertama, setiap harinya, dia baru keluar dari rumahnya untuk melayani kami dikala matahari sudah tinggi"

"benar-benar keterlaluan",kata Umar menanggapi keluhan mereka.
Keluhan pertama ini membuat tekanan darah Umar meningkat, pertanda rasa marah dan kecewa mulai menghampiri dirinya.

"lalu apa lagi?",tanyanya.

"yang kedua, apabila malam tiba, dia tidak mau melayani siapapun", jawab mereka.

"ini juga sudah kelewatan", tanggapnya.
Keluhan kedua ini membuatnya semakin kecewa.

"lalu apa lagi?",tanyanya lebih lanjut.

"yang ketiga, dalam satu bulan, ada satu hari dimana dia tidak melayani kami sama sekali",jawab mereka.

"ini sudah melampaui batas wajar", kata Umar yang makin bertambah kecewa.
?lalu apa lagi?? tanyanya kembali.
?yang keempat, dia sering sekali mendadak pingsan tak sadarkan diri? , jawab mereka.

Keempat keluhan ini benar-benar mengganggu perasaan Umar. Pasalnya, Sa'id bin 'Amir adalah salah satu sahabat Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasalam- yang terpercaya. Umar sangat mengetahui reputasinya selama ini. Rasanya tidak mungkin dia berbuat demikian kecuali ada alasan kuat yang mendorongnya. Akhirnya, dia memanggil Sa'id bin 'Amir sang gubernur guna dimintai keterangan mengenai keluhan-keluhan penduduk Hims atas kinerjanya selama ini.

Tidak tanggung-tanggung, dia memanggilnya dan mengadilinya langsung dihadapan penduduk kota.
Sebelum memulai sesi pengadilan, Umar sempat melantunkan doa,"Ya Allah, Janganlah kau jadikan penilaianku selama ini terhadap dirinyameleset".

Walaupun kritikan-kritikan pedas yang tidak menyenangkan hati tadi datang bagaikan hujan anak panah, namun di sudut hatinya Umar masih menyimpan prasangka baik terhadap Sa'id. Tidak mungkin penilainnya terhadap sahabat yang satu ini meleset. Pasti ada alasan kuat yang membuatnya bertingkah demikian.

"rakyat Hims sekalian? coba sebutkan keluhan-keluahan kalian tadi", kata Umar memulai persidangan.

"dia baru keluar dari rumahnya untuk melayani kami dikala matahari sudah tinggi", jawab mereka.

"Sa'id, apa pembelaanmu?",tanyanya.

"wahai amirul mukminin, Demi Allah, sebenarnya aku benci mengatakan hal ini, namun apa daya, aku akan mengatakannya demi membela diri" jawab Sa'id. "Aku tidak memiliki pembantu di rumah. Setiap pagi aku membuat sendiri adonan roti untuk keluargaku, kemudian aku juga yang memanggangnya hingga matang. Setelah semuanya selesai, aku lantas berwudhu kemudian keluar melayani mereka",lanjutnya.

Mendengar jawaban Sa'id tersebut hati Umar mulai terobati. Ternyata benar, penilaiannya selama ini tidak meleset, dia berbuat demikian bukan karena dorongan rasa malas dan ingin bersantai-santai. Kejujuranlah yang mendorongnya. Karena sifat jujur dan amanahnya itulah dia tidak berani mengambil uang rakyat sepeser pun untuk kepentingan pribadi. Oleh sebab itulah dia tetap hidup miskin dan tidak memiliki pembantu. Kalau saja dia tidak jujur dan amanah, tentu sekarang dia sudah hidup nyaman dikelilingi para pelayan.

"lantas apa lagi?",Tanya Umar kepada rakyat Hims.

"apabila malam tiba dia tidak mau melayani siapapun" jawab mereka.

"apa pembelaanmu, Sa'id?"

"lagi-lagi aku benci untuk menjawabnya, tapi apa boleh buat, aku terpaksa akan menjawabnya demi membela diri", Jawab Sa'id. "aku telah mengorbankan waktu siangku demi melayani mereka, jadi sudah sewajarnya bila waktu malamku aku khususkan untuk bermunajat kepada Allah ta'ala".

Untuk kedua kalinya, jawaban Sa'id bagaikan semilir angin yang mengusir hawa panas dari hati Umar. Memang beginilah seharusnya perilaku orang-orang solih alumni madrasah Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasalam-. Mereka tidak memandang urusan dunia yang membuat mereka super sibuk sebagai uzur untuk melalaikan hak-hak Allah ta'ala.
Kesemrawutan problem sehari-hari, gejolak hidup yang tak lekas pergi, hiruk pikuk alam fana ini, serta beribu urusan yang lalu lalang di kepala mereka, semua itu akan mereda begitu malam tiba, berganti dengan nuansa khusyu' berbalut alunan senandung al- qur'an. Rintihan lirih ketika bermunajat, isak tangis karena takut akhirat, berpadu dengan tasbih dan istighfar hingga penghujung malam, itu semua menjadi melodi tak terpisahkan dari kehidupan malam mereka. Andaisaja kita bisa menyaksikan langsung rupa mereka di pagi hari, niscaya kita akan melihat wajah-wajah berhiaskan garis-garis hitam membujur dari mata hingga pipi. Itulah bekas banjir air mata, saking banyaknya mereka menangis hingga aliran air mata meninggalkan bekas seperti parit di wajah.

"apalagi?",Tanya Umar melanjutkan sidang.

"dalam satu bulan, ada satu hari dimana dia tidak melayani kami sama sekali", jawab mereka.

"apa pembelaanmu, Sa'id?"

"wahai amirul mukminin, aku tidak memiliki pelayan yang mencucikan pakaianku, dan juga aku tidak memiliki pakaian lain selain yang menempel di badanku ini. Oleh karenanya, aku mencuci pakaianku ini satu kali dalam sebulan. Pada hari itu aku mencucinya, kemudian aku menungguinya hingga mengering pada sore hari", jawab Sa'id.

"apalagi?", lanjut Umar kepada penduduk Hims.

"dia sering sekali mendadak pingsan tak sadarkan diri", jawab mereka.

"apa tanggapanmu, Sa'id?"

"wahai amirul mukminin, aku telah menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri bagaimana Khubaib Al-anshory menemui ajalnya", jawab Sa"id.
"Ketika itu aku masih dalam keadaan musyrik. Aku menyaksikan orang-orang kafir Quraisy mencincang tubuhnya hidup-hidup seraya berkata, "wahai Khubaib! Apa kau rela andaisaja Muhammad menggantikan posisimu sekarang ini?". Khubaib menjawab, "demi Allah, jangankan posisiku sekarang, sedikit pun aku tak rela Muhammad tertusuk duri sementara aku duduk di rumah bersama anak dan istriku". Setiap kali aku mengingat peristiwa itu, aku selalu dirundung penyesalan. Menyesal karena aku tidak menolongnya. Menyesal karena aku ketika itu bukan termasuk golongan orang beriman. Aku khawatir, jangan-jangan Allah ta'ala tidak akan mengampuni dosaku itu. Itulah yang membuat sering pingsan".

Mendengar jawaban-jawaban Sa'id diatas, hati Umar berbunga-bunga. "segala puji bagi Allah yang tidak menjadikan penilaianku terhadap dirinya meleset", kalimat itulah itulah yang spontan terlontar dari lisannya. Betapa bahagia dia, ternyata tudingan-tudingan penduduk Hims tehadap orang kepercayaannya ini hanya salah paham belaka.

Seusai sidang, Umar memerintahkan salah seorang pegawainya mengirimkan sekantung uang sejumlah seribu dinar ke rumah Sa'id seraya berpesan, "wahai Sa'id, gunakanlah uang ini untuk membantu keperluan hidupmu".

Sesampai di rumah, istri Sa'id berkata,"Alhamdulillah, akhirnya kita bisa membeli budak pelayan, sehingga engkau tidak perlu lagi kerepotan".

"Wahai istriku, aku punya usul lain", tanggap Sa'id.

"Kita investasikan uang ini di tangan orang-orang. Lalu, jika suatu saat nanti kita dalam kondisi terdesak membutuhkan uang, baru kita ambil laba dari investasi ini. Bagaimana menurutmu?",usulnya.

"wah, setuju sekali", jawab sang istri spontan.

Istrinya tidak menyadari maksud Sa'id yang sebenarnya. Gambaran yang ada di benaknya, Sa'id akan menanamkan modal pada beberapa pedagang. Dengan begitu, seribu dinar tadi akan berkembang dan semakin banyak, dan menjadi tabungan yang bisa diambil sewaktu-waktu saat kebutuhan mendesak. Padahal maksud Sa'id yang sesungguhnya, dia ingin menyedekahkan seribu dinar itu kepada fakir miskin. Yang nantinya pada hari kiamat, dimana manusia dalam kondisi sangat terdesak membutuhkan amal soleh, sedekah seribu dinar tadi akan sangat menolong mereka.
Tanpa pikir panjang, Sa'id langsung keluar dan memanggil salah seorang kepercayaanya. Lalu, seribu dinar tadi dibagi-bagi dalam beberapa kantung kecil.

"kantung yang ini, tolong berikan kepada janda-janda miskin di kabilah fulan, yang ini, berikan kepada fakir miskin di kabilah fulan, yang ini, berikan kepada keluarga fulan yang sedang terkena musibah", perintah Sa'id. Begitulah seterusnya, hingga yang tersisa tinggal beberapa keping uang dinar.

Lantas ia pulang dan memberikan sisa uang tadi kepada istrinya."gunakan sisa uang ini untuk memenuhi kebutuhan kita", katanya.

"Lho, kau kemanakan uang uang seribu dinar tadi?", tanya sang istri keheranan.

"kita akan mengambil uang itu suatu saat nanti, di saat kita dalam keadaan sangat terdesak", jawabnya sambil berlalu menuju tempat kerjanya.

Semoga rahmat Allah ta'ala selalu tercurah kepada pemimpin-pemimpin semacam ini.

[Disarikan dari buku: Shifatus Shofwah, karya Imam Ibnul Jauzi -rohimahullahu- halaman 254-247]

Bapak Presiden dan Penjual kue

Bapak Presiden bertanya pada ibu tua penjual kue,

Bpk : "Sudah berapa lama jualan kue?"
Ibu : "Sudah hampir 30 tahun."
Bpk : "Terus anak ibu mana, kenapa tidak ada yang bantu?"
... Ibu : "Anak saya ada 4, yang ke-1 di KPK, ke-2 di POLDA, ke-3 di Kejaksaan dan yang ke-4 di DPR, jadi mereka sibuk sekali pak..."

Bapak Presiden kemudian menggeleng-gelengkan kepala karena kagum... Lalu, berbicara kesemua hadirin yang menyertai beliau,

"Meskipun hanya jualan kue, ibu ini bisa menjadikan anaknya sukses dan jujur tidak korupsi... karena kalau mereka korupsi, pasti kehidupan Ibu ini sudah sejahtera dan tinggal dirumah mewah..."

Bpk : "Apa jabatan anak di POLDA, KPK, KEJAKSAAN dan DPR?"
Ibu : "Sama... jualan kue juga pak..."

Manisnya Iman

Ketaatan merupakan sumber kebahagian dan kesuksesan besar di dunia dan akherat. Seseorang tidak akan merasakan manisnya iman manakala ia enggan merealisasikan,mengaplikasikan serta melaksanakan segenap perintah Allah dan RasulNya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar". [Al Ahzab:71]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

ذَاقَ طَعْمَ الإِيماَنِ مَنْ رَضِيَ بالله رَباًّ وَبالإسْلامِ دِيْناً وَبِمُحَمَّدٍ رَسُوْلًا.
"Sungguh akan merasakan manisnya iman, seseorang yang telah rela Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai Rasul utusan Allah". [HR Muslim].